Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tentang Hakekat Manusia.

Tentang Hakekat Manusia. Kegiatan pendidikan secara factual merupakan kegiatan antar manusia, oleh dan untuk manusia. Itulah mengapa pembicaraan tentang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya ke arah yang positif. Dengan pendidikan, diharapkan manusia dapat meningakat dan berkembang seluruh potensi atau bakat alamiahnya sehingga menjadi manusia yang relative lebih baik, lebih berbudaya dan lebih manusiawi. Agar kegiatan pendidikan lebih terarah, sehingga nantinya dapat berdaya dan berhasil guna, maka diperlukan pemahaman yang relatif utuh dan komprehensif tentang hakekat manusia.

Berbicara tentang hakekat manusia membawa kita berhadapan dengan pertanyaan sentral dan mendasar tentang manusia, apakah dan siapakah manusia itu? Dalam beberapa pustaka dapat ditemukan berbagai rumusan tentang manusia. Manusia adalah makhluk yang pandai bertanya, bahkan ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaannya dan dunia seluruhnya. Ilmu-ilmu kemanusiaan termasuk ilmu filsafat telah mencoba menjawab pertanyaan mendasar tentang manusia, sehingga dapat dibayangkan betapa banyak rumusan pengertian tentang manusia. Selain yang telah disebutkan di atas, beberapa rumusan pengertian atau definisi tentang manusia adalah sebagai berikut: homo sapiens, homo faber, homo economicus dan homo religiosus. Dengan ungkapan yang berbeda kita mengenal definisi tentang manusia, di antaranya adalah manusia sebagai: animal rationale, animal symbolicum dan animal educandum. Pandangan yang lain yang berbeda dalam melihat manusia, yakni sebagai makhluk multidimensional. Manusia memiliki dimensi-dimensi: keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaamaan. (Tirtaraharja dan La Sulo, 1985: 16) Jose Ortega Y Gasset sebagaimana dimuat dalam “Manusia Multidimensional: Sebuah Renungan Filsafat” (1982: 101), mengusulkan dimensi kesejarahan.


Manusia dilihat dari dimensi keindividualan memiliki keunikan sendiri-sendiri. Setiap individu ketika dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi diri sendiri, yang berbeda dari yang lain. Tidak ada individu yang identik dengan individu yang lain. Bahkan dua orang anak yang kembar sekali pun tidak dapat dikatakan identik. Dengan adanya keindividualan ini, maka setiap orang memeiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda.

Dilihat dari dimensi kesosialan, manusia dilahirkan telah dkarniai potensi untuk hidup bersama dengan orang lain. Manusia memiliki potensi sebagai makhluk social. Menurut Immanuel Kant, manusia hanya menjadi manusia jika berada di antara manusia. Apa yang dikatakan Kant cukup jelas, bahwa hidup bersama dan berada di antara manusia lain, akan memungkinkan seseorang dapat mengembangkan kemanusiaannya. Sebagai makhluk social, manusia saling berinteraksi. Hanya dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam keadaan saling menerima dan memberi seseorang menyadari dan menghayati kemanusiaannya.

Dilihat dari dimensi kesusilaannya, manusia memiliki kemampuan untuk berbuat kebaikan dalam arti susila atau moral, seperti bersikap jujur, dan bersikap/berlaku adil. Manusia susila menurut Drijarkara (dalam Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 20) adalah manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut. Agar anak dapat berkembang dimensi moralitasnya, diperlukan upaya pengembangan dengan banyak diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan, seperti memberikan uang pada peminta-minta, bakti social dsb.

Dilihat dari dimensi keberagamaannya, pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, sebagaimana telah disinggung di depan. Sebagai makhluk religius, manusia sadar dan meyakini akan adanya kekuatan supranatural di luar dirinya. Sesuatu yang disebut supranatural itu dalam sejarah manusia disebut dengan berbagai nama atau sebutan, satu di antaranya adalah sebutan Tuhan. Sebagai orang yang beragama, manusia meyakini bahwa Tuhan telah mewahyukan kepada manusia pilihan yang disebut rasul yang dengan wahyu Tuhan tersebut, manusia dibimbing ke arah yang lebih baik, lebih sempurna dan lebih bertaqwa.

Dunia manusia, kata Ortega Y. Gasset, bukan sekedar suatu dunia vital seperti pada hewan-hewan. Manusia tidak identik dengan sebuah organisme. Kehidupannya lebih dari sekedar peristiwa biologis semata,. Berbeda dengan kehidupan hewan, manusia menghayati hidup ini sebagai “hidupku” dan “hidupmu”- sebagai tugas bagi sang aku dalam masyarakat tertentu pada kurun sejarah tertentu. Keunikan hdup manusia ini tercermin dalam keunikan setiap biografi dan sejarah (dalam Sastrapratedja, 1982: 106). Dimensi kesejarahan ini bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makhluk historis, makhluk yang mampu menghayati hidup di masa lampau, masa kini, dan mampu membuat rencana kegiatan-kegiatan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang menyejarah.

Menurut Notonagoro, manusia adalah makhluk monopluralis, maksudnya makhluk yang memiliki banyak unsur kodrat (plural), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Jadi, manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Tetapi dilihat dari segi kedudukannya, susunannya, dan sifatnya masing-masing bersifat monodualis. Rinciannya sebagai berikut: dilihat dari kedudukan kodratnya manusia adalah makhluk monodualis: terdiri dari dua unsur (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan (mono), yakni sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Dilihat dari susunan kodratnya, manusia sebagai makhluk monodualis, maksudnya terdiri dari dua unsur yakni unsur raga dan unsur jiwa (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Dilihat dari sifat kodratnya, manusia juga sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari unsur individual dan unsur sosial (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Secara keseluruhan, manusia adalah makhluk monopluralis seperti disebutkan di depan.

Semua unsur hahekat manusia yang monopluralis atau dimensi-dimensi kemanusiaan tersebut memerlukan pengembangan agar dapat lebih meyempurnakan manusia itu sendiri. Pengembangan semua potensi atau dimensi kemanusiaan itu dilakukan melalui dan dengan pendidikan. Atas dasar inilah maka antara pendidikan dan manusia ada kaitannya. Dengan dan melalui pendidikan, semua potensi atau dimensi kemanusiaan dapat berkembang secara optimal. Arah pengembangan yang baik dan benar yakni ke arah pengembangan yang utuh dan komprehensif..


Sumber: Bagian dari Makalah Prof Dr. Achmad Dardiri. Semnas Pendidikan Dasar (SENADA 2015) Tgl 17 Okt 2015. Prodi PGSD Uniflor

Posting Komentar untuk "Tentang Hakekat Manusia."