Pentingnya Penggunaan Alat Peraga di Sekolah Dasar
Pentingnya Penggunaan Alat Peraga di Sekolah Dasar - Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit. Muijs dan Reynolds (2005:212) mencatat “mathematics is commonly seen as one of the most difficult subjects by pupils and adults alike”. Matematika dipandang sebagai pelajaran yang paling sulit oleh anak-anak maupun orang dewasa. Selain itu, “mathematics has always been a difficult subject, both for the teacher and the taught” (Faux,2007:2). Matematika selalu menjadi pelajaran yang sulit untuk dikuasai guru maupun untuk mengajar.
Anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit telah ada pada hampir sebagian besar anak usia sekolah dasar. Bukan hanya anak anak, bahkan orang dewasa pun masih terbawa terkait pengalaman akan sulitnya belajar matematika ketika mereka masih usia kanak-kanak. Objek matematika adalah benda pikiran (obyek mental) yang sifatnya abstrak dan tidak dapat diamati dengan pancaindra (Pujiati,2004:1). Karena itu wajar apabila matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa. Apalagi bagi siswa usia sekolah dasar yang secara teoritis perkembangan intelektualnya masih berada pada tahap operasional konkret akan mengalami kesulitan untuk memahami ide-ide yang abstrak apabila ide-ide yang abstrak itu tidak dimanipulasi ke dalam bentuk konkret. Hal itu dimungkinkan karena pada usia sekolah dasar daya abstraksi anak masih sangat lemah.
Dalam upaya mengkonkretkan hal-hal yang abstrak itu perlu adanya alat peraga dalam pembelajaran matematika. Menurut Pujiati (2004:3) alat peraga dapat menurunkan keabstrakan konsep-konsep matematika sehingga lebih mudah dimaknai. Selain itu, menurut Ruseffendi (1992:140) dengan alat peraga siswa dapat melihat, meraba, mengungkapkan dan memikirkan secara langsung obyek yang sedang dipelajari. Konsep abstrak yang disajikan dengan bantuan alat peraga akan dapat dipahami dan dimengerti serta dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.
Menurut Bruner (Bell,1981:143) adalah baik bagi siswa untuk memulai dengan representasi konkret dari konsep, prinsip atau aturan yang ingin diformulasikan. Hal ini dikarenakan pada tahap awal belajar konsep, pemahaman bergantung pada aktivitas konkret yang siswa lakukan ketika mereka menyusun representasi dari masing-masing konsep tersebut. Hal senada dikemukakan juga oleh Dienes (Bell, 1981: 142), bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dipahami lebih baik hanya jika pertama disajikan kepada siswa melalui beragam bentuk konkret yang merupakan representasi fisik dari konsep yang sedang dipelajari yang dalam hal ini adalah alat peraga.
Ruseffendi (1992:141) alat peraga untuk menerangkan konsep matematika itu dapat berupa benda nyata (konkret) dan dapat pula berupa gambar atau diagramnya (semi konkret). Menurut (Prihandoko, -; 2) alat peraga yang berupa benda real adalah benda-benda yang dapat dipindah-pindahkan atau dimanipulasi dan tidak dapat disajikan dalam bentuk buku (tulisan). Alat peraga berupa gambar atau diagram adalah bentuk tulisan yang dibuat gambarnya atau diagramnya dan tidak dapat dimanipulasi.
Ruseffendi (1992: 140) menegaskan bahwa penggunaan alat peraga secara efektif membuat pelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Sementara itu Setiawan (2004: 14) mengungkapkan bahwa salah satu hambatan dalam pembelajaran matematika adalah bahwa banyak siswa yang tidak tertarik pada matematika itu sendiri. Selain itu, Shumway (1980:377) mengatakan bahwa “…a significant number of students have poor attitude toward mathematics”. Dengan alat peraga siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, aktivitas mentalnya menjadi lebih hidup sehingga dapat membangkitkan gairah terhadap pembelajaran matematika. Penggunaan alat peraga membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dalam ranah kognitifnya. Siswa tidak menerima begitu saja pengetahuan dari guru tetapi menemukannya sendiri. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik dan menyenangkan sehingga dapat menghindari terbentuknya sikap negatif siswa terhadap matematika.
Alat peraga mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu guru harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat menggunakan alat peraga secara efektif. Keefektifan penggunaan alat peraga dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa. Hasil penelitian Tim PPPG Matematika Yogyakarta (2006:1) menunjukkan bahwa salah satu permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan proses belajar mengajar mata pelajaran matematika di sekolah dasar adalah kurangnya pengetahuan guru SD tentang bagaimana cara membuat dan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika serta terbatasnya dana dan sarana. Hal ini menyebabkan penggunaan alat peraga menjadi tidak efektif dan berdampak buruk pada persentase ketuntasan belajar siswa.
Surapranata, (2007:25) berhasil menunjukkan bahwa masih banyak guru matematika yang kurang terlatih. Hal ini dapat dilihat dari tiga indikator utama, yakni rendanya tingkat pendidikan, kurangnya guru dengan ijazah di bidang matematika dan kurangnya pengembangan professional. Hasil penelitian Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Yogyakarta (2007:i) juga menunjukkan bahwa hampir sebagian besar guru matematika SD masih menggunakan cara-cara tradisional pada proses pembelajarannya. Mereka masih menggunakan paradigma memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswa. Siswa menjadi subjek pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Rutinitas seperti ini membuat siswa bosan, tidak tertarik pada matematika dan berpotensi membentuk sikap negatif siswa terhadap matematika. Dengan alat peraga rutinitas seperti ini dapat diminimalisir sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan menyenangkan.
Anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit telah ada pada hampir sebagian besar anak usia sekolah dasar. Bukan hanya anak anak, bahkan orang dewasa pun masih terbawa terkait pengalaman akan sulitnya belajar matematika ketika mereka masih usia kanak-kanak. Objek matematika adalah benda pikiran (obyek mental) yang sifatnya abstrak dan tidak dapat diamati dengan pancaindra (Pujiati,2004:1). Karena itu wajar apabila matematika tidak mudah dipahami oleh kebanyakan siswa. Apalagi bagi siswa usia sekolah dasar yang secara teoritis perkembangan intelektualnya masih berada pada tahap operasional konkret akan mengalami kesulitan untuk memahami ide-ide yang abstrak apabila ide-ide yang abstrak itu tidak dimanipulasi ke dalam bentuk konkret. Hal itu dimungkinkan karena pada usia sekolah dasar daya abstraksi anak masih sangat lemah.
Dalam upaya mengkonkretkan hal-hal yang abstrak itu perlu adanya alat peraga dalam pembelajaran matematika. Menurut Pujiati (2004:3) alat peraga dapat menurunkan keabstrakan konsep-konsep matematika sehingga lebih mudah dimaknai. Selain itu, menurut Ruseffendi (1992:140) dengan alat peraga siswa dapat melihat, meraba, mengungkapkan dan memikirkan secara langsung obyek yang sedang dipelajari. Konsep abstrak yang disajikan dengan bantuan alat peraga akan dapat dipahami dan dimengerti serta dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.
Menurut Bruner (Bell,1981:143) adalah baik bagi siswa untuk memulai dengan representasi konkret dari konsep, prinsip atau aturan yang ingin diformulasikan. Hal ini dikarenakan pada tahap awal belajar konsep, pemahaman bergantung pada aktivitas konkret yang siswa lakukan ketika mereka menyusun representasi dari masing-masing konsep tersebut. Hal senada dikemukakan juga oleh Dienes (Bell, 1981: 142), bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dipahami lebih baik hanya jika pertama disajikan kepada siswa melalui beragam bentuk konkret yang merupakan representasi fisik dari konsep yang sedang dipelajari yang dalam hal ini adalah alat peraga.
Ruseffendi (1992:141) alat peraga untuk menerangkan konsep matematika itu dapat berupa benda nyata (konkret) dan dapat pula berupa gambar atau diagramnya (semi konkret). Menurut (Prihandoko, -; 2) alat peraga yang berupa benda real adalah benda-benda yang dapat dipindah-pindahkan atau dimanipulasi dan tidak dapat disajikan dalam bentuk buku (tulisan). Alat peraga berupa gambar atau diagram adalah bentuk tulisan yang dibuat gambarnya atau diagramnya dan tidak dapat dimanipulasi.
Ruseffendi (1992: 140) menegaskan bahwa penggunaan alat peraga secara efektif membuat pelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Sementara itu Setiawan (2004: 14) mengungkapkan bahwa salah satu hambatan dalam pembelajaran matematika adalah bahwa banyak siswa yang tidak tertarik pada matematika itu sendiri. Selain itu, Shumway (1980:377) mengatakan bahwa “…a significant number of students have poor attitude toward mathematics”. Dengan alat peraga siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, aktivitas mentalnya menjadi lebih hidup sehingga dapat membangkitkan gairah terhadap pembelajaran matematika. Penggunaan alat peraga membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan dalam ranah kognitifnya. Siswa tidak menerima begitu saja pengetahuan dari guru tetapi menemukannya sendiri. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik dan menyenangkan sehingga dapat menghindari terbentuknya sikap negatif siswa terhadap matematika.
Alat peraga mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu guru harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat menggunakan alat peraga secara efektif. Keefektifan penggunaan alat peraga dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa. Hasil penelitian Tim PPPG Matematika Yogyakarta (2006:1) menunjukkan bahwa salah satu permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan proses belajar mengajar mata pelajaran matematika di sekolah dasar adalah kurangnya pengetahuan guru SD tentang bagaimana cara membuat dan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika serta terbatasnya dana dan sarana. Hal ini menyebabkan penggunaan alat peraga menjadi tidak efektif dan berdampak buruk pada persentase ketuntasan belajar siswa.
Surapranata, (2007:25) berhasil menunjukkan bahwa masih banyak guru matematika yang kurang terlatih. Hal ini dapat dilihat dari tiga indikator utama, yakni rendanya tingkat pendidikan, kurangnya guru dengan ijazah di bidang matematika dan kurangnya pengembangan professional. Hasil penelitian Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Yogyakarta (2007:i) juga menunjukkan bahwa hampir sebagian besar guru matematika SD masih menggunakan cara-cara tradisional pada proses pembelajarannya. Mereka masih menggunakan paradigma memindahkan pengetahuan dari otak guru ke otak siswa. Siswa menjadi subjek pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Rutinitas seperti ini membuat siswa bosan, tidak tertarik pada matematika dan berpotensi membentuk sikap negatif siswa terhadap matematika. Dengan alat peraga rutinitas seperti ini dapat diminimalisir sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif dan menyenangkan.
Posting Komentar untuk "Pentingnya Penggunaan Alat Peraga di Sekolah Dasar"
Pembaca boleh bebas berkomentar selama isi komentar berhubungan dengan isi postingan, menggunakan kalimat yang santun dan berguna bagi pengembangan blog ini.