Teaching as Lived Research (Mengajar sebagai Penelitian Berkelanjutan)
Teaching as Lived Research (Mengajar sebagai Penelitian Berkelanjutan)
Penulis : Marni Binder
Jabatan : Asisten Profesor, Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Ryerson, Toronto, Canada)
Ringkasan Artikel:
Artikel ini menjelaskan bagaimana seorang guru dapat juga berperan sebagai peneliti, penjelajah dan etnograf. Guru dapat melakukan penelitian pada lingkungan dengan subyek mahasiswa sendiri, keluarga dan lingkungan, dan lingkaran yang lebih luas yang yang berhubungan dengan masyarakat yang lebih besar. Ketika guru berhubungan dengan lingkungan belajar maka sebenarnya mereka telah terlibat dalam penelitian secara berkelanjutan.
Hal ini menunjukkan bahwa kelas merupakan tempat penelitian alami dimana dalam perannya sebagai guru, secara teratur membuat pertanyaan rinci melalui pengamatan, catatan lapangan, sampel yang dikumpulkan, dan "wawancara" dengan anak didiknya. Persepsi tentang peran dan identitas guru dapat bergeser dari peran guru sebagai pendidik dalam kelas ke pandangan guru sebagai peneliti. Pergeseran persepsi ini akan terjadi jika penyelidikan di kelas sehari-hari dianggap merupakan konteks penelitian yang lebih disengaja atau sistematis. Dengan menyatukan pengalaman personal dan professional baik yang telah terjadi dan sedang terjadi dapat mendorong kesadaran kritis guru tentang suatu penilaian bahwa pengetahuan dan praktek sangat penting dalam penelitian. Dengan alasan inilah guru dapat melihat diri mereka sebagai " guru peneliti. "
Seperti halnya dalam artikel ini, pengalamam pribadi Marni Binder sadar bahwa pergeseran peran yang dilakoninya dari guru ke peneliti terjadi sangat terlambat itupun terjadi saat melanjutkan pendidikan. Ketika itu ia baru menyadari pentingnya menantang asumsi bahwa penelitian kelas tidak lebih dari membentuk kembali belajar dan pengembangan profesional dapat dilakukan dengan penelitian ilmiah . Guru dapat membentuk pertanyaan empiris oleh peneliti non-praktisi, dengan memungkinkan mereka untuk menggunakan pengetahuan praktis mereka di dalam kelas. Masalahnya adalah apakah penelitian oleh guru dapat dilegitimasi dan bagaimana guru dapat diberdayakan sebagai peneliti tanpa menempuh pendidikan tinggi.
Guru dapat mengeksplorasi isu-isu yang lain mungkin dialami ketika mereka diakui peran penting sebagai praktisi dan sebagai peneliti di sekolah. Keberadaan guru di kelas membawa mereka untuk melakukan penelitian berkelanjutan, dimana pengalaman di kelas sehari-hari membuka ruang penting untuk membuat suara guru terlihat melalui penelitian pendidikan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk memperkenalkan peran guru sebagai peneliti bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan pelatihan untuk para guru sehingga guru dapat mengubah pengalaman empiris yang dialami di kelas atau di lingkungan kependidikan menjadi sebuah proses penelitian yang dapat dipercaya. Masalahnya adalah apakah terdapat pelatihan pelatihan yang memadai untuk tujuan tersebut dan apakah guru yang melanjutkan pendidikan tinggi menggunakan teori yang diperolehnya untuk menyelesaikan masalah masalah praktis di kelas. Jenis penelitian yang memfasilitasi guru melakukan penelitian langsung saat pembelajaran tanpa meninggalkan tugasnya sebagai guru.
C. PEMBAHASAN
Salah satu agenda reformasi pendidikan di Indonesia adalah peningkatan kesejahteraan, kinerja dan profesionalisme guru. Pemerintah dalam mewujudkan program ini sudah mengadakan kegiatan pelatihan guru di tingkat daerah bahkan nasional, tetapi profesi guru di mata masyarakat masih dianggap rendah dan menjadi tumpuan kesalahan ketika terjadi kebobrokan dalam sistem pendidikan di sekolah. Apa sebenarnya kelemahan pelatihan yang diselenggarakan selama ini ?
Beberapa rekan guru mengatakan bahwa pelatihan cenderung berupa perkuliahan atau simulasi, yang jauh dari fakta yang mereka hadapi di sekolah. Model pelatihan yang lain adalah studi banding dengan mengusung konsep `guru belajar kepada guru`. Namun ini pun tidak berdampak besar karena setelah studi banding guru kebingungan melakukan follow-up. Alhasil tidak ada kemajuan berarti bagi sekolah atau bagi guru sendiri.
Secara umum, manusia dapat belajar melalui media apa saja yang ada di sekitarnya. Misalnya jika seseorang ingin membuat `sashimi, ikan mentah Jepang, cukup dengan mengklik situs bersangkutan di internet atau membaca artikel di berbagai media. Tetapi keahlian seseorang membuat sashimi akan berbeda jika dia belajar kepada ahli sashimi. Demikian pula halnya di bidang pengajaran. Metode mengamati langsung, mendengar langsung adalah metode yang paling mudah untuk dicerna dan dipraktekkan ulang. Pembelajaran biologi misalnya akan lebih mudah dimengerti oleh siswa jika dipraktekkan, atau contohnya ada di depan mata. Kita sudah mengakui ini sebagai metode pembelajaran siswa yang lebih baik daripada sekedar duduk tenang mendengarkan cerita guru di dalam kelas. Oleh karenanya metode belajar seperti ini pun patut digalakkan kembali di kalangan guru. Melalui proses belajar seperti itu, guru belajar menjadi pendidik dan sekaligus peneliti yang baik.
Seperti diuraikan di atas, program studi banding menerapkan metode penelitian yang sederhana yaitu observasi. Kegiatan observasi tidak akan bermakna apa-apa jika tidak dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan, analisa dan perumusan pemecahan masalah. Dalam dunia penelitian dikenal istilah `action research` yang salah satu bentuk nyatanya adalah bagaimana guru mengembangkan metode mengajar baru melalui pengamatan mendalam terhadap cara mengajar guru yang lain.
Di atas penulis telah uraikan bahwa guru harus belajar kepada guru. Ketika melakukan proses ini sebenarnya secara tidak langsung guru melakukan observasi, yang merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Jika observasi itu kemudian dikembangkan kepada suatu pencatatan, analisa dan pengembangan metode baru, maka predikat peneliti layak disandang oleh guru. Dalam UU keprofesian Guru dan Dosen, pemerintah menyebut kedua profesi ini secara bersama. Ini dapat dimaknakan bahwa keduanya memiliki kegiatan yang sama yaitu mendidik dan meneliti. Sayangnya penelitian atau pengamatan intensif masih jarang dilakukan oleh guru-guru kita dan lebih giat dilakukan oleh para dosen di PT.
Yang paling tepat dan mudah dilaksanakan adalah meneliti permasalahan yang muncul di sekolah. Dengan konsep berfikir ilmiah secara sederhana, banyak sekali masalah yang muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah, pun problematika `kehidupan` di sekolah, yang bisa diangkat menjadi tema penelitian dan akan menghasilkan laporan yang bisa dinikmati oleh guru yang lain.
Seorang guru SD mungkin dapat melakukan penelitian tentang pemanfaatan waktu oleh siswa di rumah, dan peranan keluarga dalam proses belajar siswa. Penelitian dilakukan dengan metode angket, berupa pertanyaan sederhana seperti : Apakah anak sarapan setiap pagi ? Apakah anak rutin mempraktekkan ucapan salam atau terima kasih di rumah ? Berapa jam anak menonton TV ? Siapa yang menjaga anak jika orang tua bekerja ? Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu bukan tidak bermakna apa-apa, bahkan dari jawaban orang tua, sekolah bisa menganalisa mengapa seorang anak terlambat dalam matematika, atau mengapa seorang anak selalu terlihat lesu ?
Implementasi konsep pendidikan yang menempatkan anak sebagai subyek sekaligus obyeknya. Bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah untuk memacu tumbuh kembang badan, otak dan hati harus dipahami secara baik oleh guru-guru sebagai konsep yang harus direncanakan, dipraktekkan, dan dievaluasi melalui kegiatan penelitian. Konsep ini bukan untuk sekali dua kali dipraktikan tetapi sudah seharusnya menjadi bagian keseharian para guru.
Menjadi peneliti bukan hal yang susah tetapi menumbuhkembangkan jiwa meneliti adalah suatu pekerjaan yang tidak sederhana. Guru-guru kita pada umumnya adalah lulusan perguruan tinggi, yang notabene semua perguruan tinggi di Indonesia mewajibkan mahasiswanya untuk membuat penelitian atau membuat laporan akhir, dalam rangka memperoleh gelar sarjana. Secara tidak langsung ilmu dasar tentang teknik-teknik meneliti sudah dimiliki oleh para guru kita. Permasalahannya adalah apakah guru mempunyai sense of awareness terhadap permasalahan di sekitarnya ? Apakah guru terpikir untuk meningkatkan kinerjanya ? Apakah guru sadar untuk melakukan self evaluation terhadap metode mengajarnya ? Kesadaran seperti inilah yang menjadi titik tolak proses pembentukan guru sebagai peneliti.
Kesadaran ini dapat diasah melalui praktek latihan. Dalam hal ini, karena sekolah adalah sebuah organisasi dibawah komando kepala sekolah maka upaya kepala sekolah untuk mendorong terciptanya atmosfer ini sangat dibutuhkan. Kepala Sekolah yang berperan sebagai manajer sekolah adalah orang pertama yang seharusnya menyadari permasalahan di sekolahnya yang kemudian merumuskan pemecahannya melalui pembicaraan rutin dengan para stafnya. Ketika permasalahan dideteksi, kepala sekolah dapat menyusun sebuah tim pencari fakta yang terdiri dari para guru. Dengan latihan terus menerus menghadapi dan memecahkan masalah, pola berfikir penelitan tindakan (plan, do, chek, analisis) dapat menjadi pola anutan yang akan menyatu dengan jiwa mendidik guru.Pola inilah yang terdapat dalam alur penelitian tindakan.
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK. Penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Apapun PTK oleh guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian oleh guru dapat dilakukan menggunakan studi kasus atau lebih memfokuskan dan merefleksikan siatuasi pembelajaran oleh guru yang sudah berpengalaman. Dalam penelitian ini, guru sebagai seorang peneliti, terlibat dalam aktivitas kelas dalam refleksi gaya mengajarnya.
Namun, secara rinci terdapat beberapa penekanan yang berbeda dalam penelitian yang dilakukan oleh guru. Seorang guru peneliti dapat melakukan penelitian kelas untuk menganalisis dan meningkatkan aspek gaya mengajarnya. Guru lain dapat melakukannya untuk mempelajari ketrampilan mengajar tertentu untuk siswa dengan kemampuan tertentu. Guru yang lainnya lagi dapat menyelidiki aspek penggunaan model-model pembelajaran.
Selain PTK, ada sebuah metode pengembangan guru sebagai peneliti telah dikembangkan di Jepang, yang dikenal dengan istilah `jugyou kenkyuu`, yang kemudian diterjemahkan sebagai `lesson study`. Seorang pencetus dan pelopor ide ini adalah Professor Masami Matoba, yang merupakan dosen di Universitas Nagoya. Metode `jugyou kenkyuu` adalah observasi kelas yang dilakukan oleh sekelompok guru terhadap metode mengajar seorang guru yang dijadikan sebagai obyek pengamatan. Langkah-langkah metode ini adalah :
1. Pengamatan detail terhadap proses belajar mengajar di kelas meliputi efisiensi penggunaan waktu, respon siswa, metode penjelasan, penutup
2. Pertemuan untuk mempresentasikan hasil amatan kelompok guru pengamat tanpa perlu dikomentari oleh guru target
3. Forum diskusi yang melibatkan guru target, kelompok pengamat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah untuk membahas hasil amatan dan memberikan masukan perbaikan. Forum ini terkadang dihadiri oleh dosen dari universitas atau wakil dari The Board of Education.
Metode ini telah menyebar luas di Jepang dan juga sudah diadopsi oleh beberapa sekolah di beberapa negara, termasuk apa yang sedang dikembangkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung bekerjasama dengan JICA melalui proyek lesson study di beberapa sekolah di Bandung. Pelaksanaan `jugyou kenkyuu` tentu saja memerlukan biaya, sehingga salah satu komponen penting yang harus dipikirkan dalam rangka mendidik guru menjadi peneliti adalah kontinyuitas pendanaan. Sayangnya budget pendidikan yang disalurkan ke sekolah-sekolah kita tidak menyertakan anggaran penelitian sebagai salah satu komponen pengembangan profesionalisme guru. Tetapi kendala dana bukan suatu penghambat utama untuk mencegah guru menjadi peneliti. Yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk mengembangkan sekolah menjadi lebih baik.
Selain PTK dan Lesson study, dalam pembelajaran matematika terdapat model penelitian “design research” yang berbasis RME (Realistics Mathematics Education) dimana HLT (Hyphotetical Learning Trajectory) sebagai instrument utama. Instrumen ini dirancang berisi dugaan terhadap berbagai situasi belajar yang akan muncul dalam pembelajaran. Setelah melakukan pembelajaran (dapat dianggap sebagai ujicoba HLT) proses nyata yang muncul di kelas dapat digunakan untuk memodifikasi HLT menjadi Lintasan Belajar pokok bahasan tertentu yang merupakan temuan baru (teori) untuk digunakan dalam pembelajaran pokok bahasan yang sama di waktu yang lain. Jai prosespembelajaran matematika dengan pendekatan realistic dapat dianggap sebagai penelitian yang berkelanjutan.
Simon (Baker, 2004:39) menyatakan: ”The hypothetical learning trajectory is made up of three : the learning goal that defines the direction, the learning activities, and the hypothetical learning process a prediction of how the students’ thinking and understanding will evolve in the context of the learning activities. Dengan demikian HLT memuat tiga komponen yaitu, tujuan pembelajaran yang mendefinisikan arah tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, dan hipotesis proses belajar (HLT) untuk memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks aktifitas belajar.
Selanjutnya Baker (2004:39) menyatakan bahwa :” The HLT is the link between an instruction theory and a concrete teaching experiment”, yaitu bahwa hipotesis trayektori pembelajaran merupakan jembatan antara teori instruksional pembelajaran dan proses pembelajaran di kelas sesungguhnya. Nenden (2009:29) menyatakan:”the mathematical teaching cycle might be described as conjecturing, enacting, and revising hypothetical learning trajectory”.
Jadi siklus mengajar matematika terdiri dari pendugaan, pelaksanaan dan perubahan HLT. Simon (Nenden et all, 2011) menggambarkan HLT sebagai berikut.
Penulis : Marni Binder
Jabatan : Asisten Profesor, Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Ryerson, Toronto, Canada)
Ringkasan Artikel:
Artikel ini menjelaskan bagaimana seorang guru dapat juga berperan sebagai peneliti, penjelajah dan etnograf. Guru dapat melakukan penelitian pada lingkungan dengan subyek mahasiswa sendiri, keluarga dan lingkungan, dan lingkaran yang lebih luas yang yang berhubungan dengan masyarakat yang lebih besar. Ketika guru berhubungan dengan lingkungan belajar maka sebenarnya mereka telah terlibat dalam penelitian secara berkelanjutan.
Hal ini menunjukkan bahwa kelas merupakan tempat penelitian alami dimana dalam perannya sebagai guru, secara teratur membuat pertanyaan rinci melalui pengamatan, catatan lapangan, sampel yang dikumpulkan, dan "wawancara" dengan anak didiknya. Persepsi tentang peran dan identitas guru dapat bergeser dari peran guru sebagai pendidik dalam kelas ke pandangan guru sebagai peneliti. Pergeseran persepsi ini akan terjadi jika penyelidikan di kelas sehari-hari dianggap merupakan konteks penelitian yang lebih disengaja atau sistematis. Dengan menyatukan pengalaman personal dan professional baik yang telah terjadi dan sedang terjadi dapat mendorong kesadaran kritis guru tentang suatu penilaian bahwa pengetahuan dan praktek sangat penting dalam penelitian. Dengan alasan inilah guru dapat melihat diri mereka sebagai " guru peneliti. "
Seperti halnya dalam artikel ini, pengalamam pribadi Marni Binder sadar bahwa pergeseran peran yang dilakoninya dari guru ke peneliti terjadi sangat terlambat itupun terjadi saat melanjutkan pendidikan. Ketika itu ia baru menyadari pentingnya menantang asumsi bahwa penelitian kelas tidak lebih dari membentuk kembali belajar dan pengembangan profesional dapat dilakukan dengan penelitian ilmiah . Guru dapat membentuk pertanyaan empiris oleh peneliti non-praktisi, dengan memungkinkan mereka untuk menggunakan pengetahuan praktis mereka di dalam kelas. Masalahnya adalah apakah penelitian oleh guru dapat dilegitimasi dan bagaimana guru dapat diberdayakan sebagai peneliti tanpa menempuh pendidikan tinggi.
Guru dapat mengeksplorasi isu-isu yang lain mungkin dialami ketika mereka diakui peran penting sebagai praktisi dan sebagai peneliti di sekolah. Keberadaan guru di kelas membawa mereka untuk melakukan penelitian berkelanjutan, dimana pengalaman di kelas sehari-hari membuka ruang penting untuk membuat suara guru terlihat melalui penelitian pendidikan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk memperkenalkan peran guru sebagai peneliti bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan pelatihan untuk para guru sehingga guru dapat mengubah pengalaman empiris yang dialami di kelas atau di lingkungan kependidikan menjadi sebuah proses penelitian yang dapat dipercaya. Masalahnya adalah apakah terdapat pelatihan pelatihan yang memadai untuk tujuan tersebut dan apakah guru yang melanjutkan pendidikan tinggi menggunakan teori yang diperolehnya untuk menyelesaikan masalah masalah praktis di kelas. Jenis penelitian yang memfasilitasi guru melakukan penelitian langsung saat pembelajaran tanpa meninggalkan tugasnya sebagai guru.
C. PEMBAHASAN
Salah satu agenda reformasi pendidikan di Indonesia adalah peningkatan kesejahteraan, kinerja dan profesionalisme guru. Pemerintah dalam mewujudkan program ini sudah mengadakan kegiatan pelatihan guru di tingkat daerah bahkan nasional, tetapi profesi guru di mata masyarakat masih dianggap rendah dan menjadi tumpuan kesalahan ketika terjadi kebobrokan dalam sistem pendidikan di sekolah. Apa sebenarnya kelemahan pelatihan yang diselenggarakan selama ini ?
Beberapa rekan guru mengatakan bahwa pelatihan cenderung berupa perkuliahan atau simulasi, yang jauh dari fakta yang mereka hadapi di sekolah. Model pelatihan yang lain adalah studi banding dengan mengusung konsep `guru belajar kepada guru`. Namun ini pun tidak berdampak besar karena setelah studi banding guru kebingungan melakukan follow-up. Alhasil tidak ada kemajuan berarti bagi sekolah atau bagi guru sendiri.
Secara umum, manusia dapat belajar melalui media apa saja yang ada di sekitarnya. Misalnya jika seseorang ingin membuat `sashimi, ikan mentah Jepang, cukup dengan mengklik situs bersangkutan di internet atau membaca artikel di berbagai media. Tetapi keahlian seseorang membuat sashimi akan berbeda jika dia belajar kepada ahli sashimi. Demikian pula halnya di bidang pengajaran. Metode mengamati langsung, mendengar langsung adalah metode yang paling mudah untuk dicerna dan dipraktekkan ulang. Pembelajaran biologi misalnya akan lebih mudah dimengerti oleh siswa jika dipraktekkan, atau contohnya ada di depan mata. Kita sudah mengakui ini sebagai metode pembelajaran siswa yang lebih baik daripada sekedar duduk tenang mendengarkan cerita guru di dalam kelas. Oleh karenanya metode belajar seperti ini pun patut digalakkan kembali di kalangan guru. Melalui proses belajar seperti itu, guru belajar menjadi pendidik dan sekaligus peneliti yang baik.
Seperti diuraikan di atas, program studi banding menerapkan metode penelitian yang sederhana yaitu observasi. Kegiatan observasi tidak akan bermakna apa-apa jika tidak dilanjutkan dengan kegiatan pencatatan, analisa dan perumusan pemecahan masalah. Dalam dunia penelitian dikenal istilah `action research` yang salah satu bentuk nyatanya adalah bagaimana guru mengembangkan metode mengajar baru melalui pengamatan mendalam terhadap cara mengajar guru yang lain.
Di atas penulis telah uraikan bahwa guru harus belajar kepada guru. Ketika melakukan proses ini sebenarnya secara tidak langsung guru melakukan observasi, yang merupakan salah satu metode penelitian kualitatif. Jika observasi itu kemudian dikembangkan kepada suatu pencatatan, analisa dan pengembangan metode baru, maka predikat peneliti layak disandang oleh guru. Dalam UU keprofesian Guru dan Dosen, pemerintah menyebut kedua profesi ini secara bersama. Ini dapat dimaknakan bahwa keduanya memiliki kegiatan yang sama yaitu mendidik dan meneliti. Sayangnya penelitian atau pengamatan intensif masih jarang dilakukan oleh guru-guru kita dan lebih giat dilakukan oleh para dosen di PT.
Yang paling tepat dan mudah dilaksanakan adalah meneliti permasalahan yang muncul di sekolah. Dengan konsep berfikir ilmiah secara sederhana, banyak sekali masalah yang muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah, pun problematika `kehidupan` di sekolah, yang bisa diangkat menjadi tema penelitian dan akan menghasilkan laporan yang bisa dinikmati oleh guru yang lain.
Seorang guru SD mungkin dapat melakukan penelitian tentang pemanfaatan waktu oleh siswa di rumah, dan peranan keluarga dalam proses belajar siswa. Penelitian dilakukan dengan metode angket, berupa pertanyaan sederhana seperti : Apakah anak sarapan setiap pagi ? Apakah anak rutin mempraktekkan ucapan salam atau terima kasih di rumah ? Berapa jam anak menonton TV ? Siapa yang menjaga anak jika orang tua bekerja ? Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu bukan tidak bermakna apa-apa, bahkan dari jawaban orang tua, sekolah bisa menganalisa mengapa seorang anak terlambat dalam matematika, atau mengapa seorang anak selalu terlihat lesu ?
Implementasi konsep pendidikan yang menempatkan anak sebagai subyek sekaligus obyeknya. Bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah untuk memacu tumbuh kembang badan, otak dan hati harus dipahami secara baik oleh guru-guru sebagai konsep yang harus direncanakan, dipraktekkan, dan dievaluasi melalui kegiatan penelitian. Konsep ini bukan untuk sekali dua kali dipraktikan tetapi sudah seharusnya menjadi bagian keseharian para guru.
Menjadi peneliti bukan hal yang susah tetapi menumbuhkembangkan jiwa meneliti adalah suatu pekerjaan yang tidak sederhana. Guru-guru kita pada umumnya adalah lulusan perguruan tinggi, yang notabene semua perguruan tinggi di Indonesia mewajibkan mahasiswanya untuk membuat penelitian atau membuat laporan akhir, dalam rangka memperoleh gelar sarjana. Secara tidak langsung ilmu dasar tentang teknik-teknik meneliti sudah dimiliki oleh para guru kita. Permasalahannya adalah apakah guru mempunyai sense of awareness terhadap permasalahan di sekitarnya ? Apakah guru terpikir untuk meningkatkan kinerjanya ? Apakah guru sadar untuk melakukan self evaluation terhadap metode mengajarnya ? Kesadaran seperti inilah yang menjadi titik tolak proses pembentukan guru sebagai peneliti.
Kesadaran ini dapat diasah melalui praktek latihan. Dalam hal ini, karena sekolah adalah sebuah organisasi dibawah komando kepala sekolah maka upaya kepala sekolah untuk mendorong terciptanya atmosfer ini sangat dibutuhkan. Kepala Sekolah yang berperan sebagai manajer sekolah adalah orang pertama yang seharusnya menyadari permasalahan di sekolahnya yang kemudian merumuskan pemecahannya melalui pembicaraan rutin dengan para stafnya. Ketika permasalahan dideteksi, kepala sekolah dapat menyusun sebuah tim pencari fakta yang terdiri dari para guru. Dengan latihan terus menerus menghadapi dan memecahkan masalah, pola berfikir penelitan tindakan (plan, do, chek, analisis) dapat menjadi pola anutan yang akan menyatu dengan jiwa mendidik guru.Pola inilah yang terdapat dalam alur penelitian tindakan.
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka PTK cocok untuk guru. Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK. Penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Apapun PTK oleh guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian oleh guru dapat dilakukan menggunakan studi kasus atau lebih memfokuskan dan merefleksikan siatuasi pembelajaran oleh guru yang sudah berpengalaman. Dalam penelitian ini, guru sebagai seorang peneliti, terlibat dalam aktivitas kelas dalam refleksi gaya mengajarnya.
Namun, secara rinci terdapat beberapa penekanan yang berbeda dalam penelitian yang dilakukan oleh guru. Seorang guru peneliti dapat melakukan penelitian kelas untuk menganalisis dan meningkatkan aspek gaya mengajarnya. Guru lain dapat melakukannya untuk mempelajari ketrampilan mengajar tertentu untuk siswa dengan kemampuan tertentu. Guru yang lainnya lagi dapat menyelidiki aspek penggunaan model-model pembelajaran.
Selain PTK, ada sebuah metode pengembangan guru sebagai peneliti telah dikembangkan di Jepang, yang dikenal dengan istilah `jugyou kenkyuu`, yang kemudian diterjemahkan sebagai `lesson study`. Seorang pencetus dan pelopor ide ini adalah Professor Masami Matoba, yang merupakan dosen di Universitas Nagoya. Metode `jugyou kenkyuu` adalah observasi kelas yang dilakukan oleh sekelompok guru terhadap metode mengajar seorang guru yang dijadikan sebagai obyek pengamatan. Langkah-langkah metode ini adalah :
1. Pengamatan detail terhadap proses belajar mengajar di kelas meliputi efisiensi penggunaan waktu, respon siswa, metode penjelasan, penutup
2. Pertemuan untuk mempresentasikan hasil amatan kelompok guru pengamat tanpa perlu dikomentari oleh guru target
3. Forum diskusi yang melibatkan guru target, kelompok pengamat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah untuk membahas hasil amatan dan memberikan masukan perbaikan. Forum ini terkadang dihadiri oleh dosen dari universitas atau wakil dari The Board of Education.
Metode ini telah menyebar luas di Jepang dan juga sudah diadopsi oleh beberapa sekolah di beberapa negara, termasuk apa yang sedang dikembangkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung bekerjasama dengan JICA melalui proyek lesson study di beberapa sekolah di Bandung. Pelaksanaan `jugyou kenkyuu` tentu saja memerlukan biaya, sehingga salah satu komponen penting yang harus dipikirkan dalam rangka mendidik guru menjadi peneliti adalah kontinyuitas pendanaan. Sayangnya budget pendidikan yang disalurkan ke sekolah-sekolah kita tidak menyertakan anggaran penelitian sebagai salah satu komponen pengembangan profesionalisme guru. Tetapi kendala dana bukan suatu penghambat utama untuk mencegah guru menjadi peneliti. Yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk mengembangkan sekolah menjadi lebih baik.
Selain PTK dan Lesson study, dalam pembelajaran matematika terdapat model penelitian “design research” yang berbasis RME (Realistics Mathematics Education) dimana HLT (Hyphotetical Learning Trajectory) sebagai instrument utama. Instrumen ini dirancang berisi dugaan terhadap berbagai situasi belajar yang akan muncul dalam pembelajaran. Setelah melakukan pembelajaran (dapat dianggap sebagai ujicoba HLT) proses nyata yang muncul di kelas dapat digunakan untuk memodifikasi HLT menjadi Lintasan Belajar pokok bahasan tertentu yang merupakan temuan baru (teori) untuk digunakan dalam pembelajaran pokok bahasan yang sama di waktu yang lain. Jai prosespembelajaran matematika dengan pendekatan realistic dapat dianggap sebagai penelitian yang berkelanjutan.
Simon (Baker, 2004:39) menyatakan: ”The hypothetical learning trajectory is made up of three : the learning goal that defines the direction, the learning activities, and the hypothetical learning process a prediction of how the students’ thinking and understanding will evolve in the context of the learning activities. Dengan demikian HLT memuat tiga komponen yaitu, tujuan pembelajaran yang mendefinisikan arah tujuan pembelajaran, kegiatan belajar, dan hipotesis proses belajar (HLT) untuk memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa akan berkembang dalam konteks aktifitas belajar.
Selanjutnya Baker (2004:39) menyatakan bahwa :” The HLT is the link between an instruction theory and a concrete teaching experiment”, yaitu bahwa hipotesis trayektori pembelajaran merupakan jembatan antara teori instruksional pembelajaran dan proses pembelajaran di kelas sesungguhnya. Nenden (2009:29) menyatakan:”the mathematical teaching cycle might be described as conjecturing, enacting, and revising hypothetical learning trajectory”.
Jadi siklus mengajar matematika terdiri dari pendugaan, pelaksanaan dan perubahan HLT. Simon (Nenden et all, 2011) menggambarkan HLT sebagai berikut.
Gambar : Hypothetical Learning Trajectory
Alasan mengapa seorang guru perlu meneliti di kelas pembelajarannya misal karena alasan: a. Profesionalisme, b. Inovasi pendidikan, c. Filsafat pendidikan. Asumsi agar seorang guru mampu menyelenggarakan penelitian di kelasnya, antara lain adalah: a. Guru yang bersifat terbuka cenderung lebih mudah menerima pembaharuan, b. Guru yang bersifat terbuka lebih mudah menerima saran/kritik.c. Guru yang bersifat terbuka lebih mudah melakukan penelitian.d. Guru yang bersifat terbuka lebih mampu merefleksikan gaya mengajarnya.e. Guru yang bersifat terbuka lebih toleran terhadap siswa dan koleganya.f. Kegiatan penelitian melatih guru bersifat terbuka.
Kegiatan penelitan yang dilakukan oleh seorang guru dapat meliputi : Identifikasi masalah, klarifikasi masalah, identifikasi konteks, penjelasan fakta, menetapkan langkah-langkah, Mengembangkan langkah-langkah. Adapun asumsi lain yang harus dipenuhi agar seorang guru mampu mengadakan penelitian kegiatan pembelajarannya adalah : a. Mengajar adalah pekerjaan utama guru, b. Pengumpulan data tidak terlalu banyak menyita waktu guru, c. Metode dan pendekatan penelitian dipilih yang tepat, d. Permasalahan penelitian harus merupakan bagian dari permasalahan mengajarnya, e. Memperhatikan system yang melingkupinya, f. Memerlukan iklim yang menunjang. g. Kepastian follow up.
Penelitian yang dilakukan oleh seorang guru tidak harus dimulai dengan merumuskan masalah. Yang diperlukan adalah sikap guru peneliti yang merasa perlu mengadakan perbaikkan. Pengembangan fokus dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan :a. Apa yang terjadi dalam pembelajaran sekarang ? b. Pada aspek mana saya guru merasa terdapat masalah ?c. Apa yang dapat guru lakukan terhadap masalah tersebut? Secara lebih khusus, penelitian yang dilakukan oleh guru dapat dimulai dari pernyataan-pernyataan berikut :
Saya ingin memperbaiki tentang ...........
Beberapa rekan guru menyoroti tentang ...
Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah situasi ?
Saya merasa terganngu oleh ...
Saya mempunyai gagasan untuk mencobanya di kelas.
Bagaimana ketrampilan ini ... diterapkan di.... kepada ...?
Fokus dapat diarahkan kepada sibelajar dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
Apa yang telah dan sedang dikerjakan siswa ?
Apa yang telah mereka palajari ?
Seberapa manfaatkah yang telah mereka pelajari ?
Apa yang telah saya lakukan untuk mereka ?
Apa yang telah saya pelajari dan saya persiapkan untuk mereka ?
Apa yang akan saya lakukan sekarang ?
Adapun para guru MTs Matematika dari DEPAG yang sedang menempuh program S2 Matematika UGM Angkatan 2007, menyatakan bahwa kebanyakan kendala yang dihadapi para guru dalam melakukan penelitian pembelajaannya adalah sebagai berikut:
Terbatasnya kemampuan guru dibidang penelitian
Terlalu sedikitnya waktu untuk melakukan penelitian
Keterbatasan dana penelitian
Keterbatasan alat dan sarana penelitian
Kurang jelasnya follow up hasil penelitian
Keadaan sekolah yang belum kondusif untuk melakukan penelitian
Penelitian belum merupakan kebutuhan
Menanggapi masalah yang dihadapi oleh para guru di atas, maka penulis mempunyai pandangan sebagai berikut:
1. Bahwa hendaknya "penelitian" dipahami sebagai hakekat mencari tahu.
2. Meniru definisi dari seorang profesor dari Jepang, bahwa "Alat Peraga" atau "Media Pembelajaran" dapat di definisikan sebagai "kreativitas guru", maka tentunya saya juga boleh bependapat bahwa "penelitian kependidikan" sebetulnya adalah juga kreativitas guru?
3. Maka berkaitan dengan masalah fasilitas penelitian dan biayanya, dapat dikembalikan kepada refleksi guru masing-masing.
4. Berkaitan dengan perasaan kurang mampu untuk meneliti, maka para guru dapat belajar melakukan penelitian dari guru yang lain melalui Lesson Study atau dengan cara mengikuti workshop atau seminar.
5. Di atas itu semua, maka memanglah penelitian pendidikan di kelas belumlah menjadi kebutuhan guru selama guru belum melakukan revitalisasi paradigma pembelajarannya.
6. Salah satu paradigma pembelajaran yang sangat penting adalah bahwa" pendidikan merupakan kegiatan penelitian".
7. Dengan demikian penelitian pembelajaran matematika oleh guru tidak harus dalam format yang formal dan standard yang tinggi, tetapi dapat dimulai dari level yang paling sederhana.
8. Guru juga tidak dituntut untuk membuat laporan kepada instansi tertentu, tetapi paling tidak bahwa hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk peningkatan pembelajaran matematika yang diselenggarakannya.
9. Jika suatu saat memang harus mengadakan penelitian yang lebih formal dengan melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk guru, dosen atau ekspert yang lain, bukankah kesiapan guru untuk meneliti ada juga gunanya.
D. REKOMENDASI
Kesulitan terbesar untuk membangun paradigma baru tentang peran guru sebagai peneliti adalah bahwa pelatihan para guru yang selama ini dilakukan tidak menyentuh konteks yang dialami guru sendiri di sekolah. Oleh karena itu pelatihan penelitian pada para guru hendaknya dilakukan dengan mengeksplorasi apa yang telah menjadi pengalaman mereka. Selanjutnya membangun kemampuan meneliti mereka dengan menyediakan dana lebih besar untuk penelitian. Selain itu, penempatan guru dengan kemampuan meneliti yang baik atau penempatan konsultan peneliti dari perguruan tinggi di setiap sekolah dipandang dapat membantu para guru untuk dapat melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker, A.(2004). Design research in statistics education: On symbolizing and computer tools. Desertasi Doktor pada Utrech University : Tidak diterbitkan.
Nenden O.S., et all (2011). Design Research on Mathematics Education: Investigating The Progress of Indonesian Fifth Grade Students’ Learning on Multiplication of Fractions With Natural Numbers. IndoMS. J.M.E Vol.2 No. 2 Juli 2011, pp. 147-162
http://murniramli.wordpress.com/2006/12/21/guru-adalah-peneliti/
http://p2tkdikdas.kemdiknas.go.id/index.php/component/content/article/3-proung/19-lessonstudy
Suwarsih Madya. Penelitian Tindakan Kelas.
www.ktiguru.net/file.../PENELITIAN_TINDAKAN_KELAS.pdf . diakses 27/10/2012
Marsigit. Guru Sebagai Peneliti. http://pbmmatmarsigit.blogspot.com/2008/12/guru-sebagai-peneliti.html, diakses 27/10/2012
Posting Komentar untuk "Teaching as Lived Research (Mengajar sebagai Penelitian Berkelanjutan)"
Pembaca boleh bebas berkomentar selama isi komentar berhubungan dengan isi postingan, menggunakan kalimat yang santun dan berguna bagi pengembangan blog ini.