Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD
Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD – Anak usia sekolah dasar tentu berbeda dengan orang dewasa. Perbedaan karakteristik peserta didik jenjang sekolah dasar dan jenjang yang lebih tinggi berpengaruh pada perbedaan ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Berikut ini beberapa ciri pembelajaran matematika di sekolah dasar.
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika.
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik matematika.
Topik baru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Pemberian konsep dimulai dengan benda-benda konkrit kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam matematika.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari konsep konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep abstrak.
Untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda konkrit digunakan pada tahap konkrit, kemudian ke gambar-gambar pada tahap semi konkrit dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak.
Contoh : Seorang guru yang akan mengajar mengenai perkalian bilangan cacah di kelas 2, maka dapat memberikan pemahaman arti perkalian dengan menggunakan benda-benda konkrit seperti permen, kelereng, buku,penggaris, dll
Misal : Pemahaman 3 x 2, dapat dilakukan dengan memberikan soal cerita, seperti, Ibu mempunyai 3 bungkus kelereng yang tiap-tiap bungkus berisi 2 kelereng. Guru mengelompokkan 3 kelompok kelereng.
Menggambar 2 kelereng sebanyak 3 kelompok . Seperti berikut :
Contoh : Seorang guru yang akan mengajar mengenai perkalian bilangan cacah di kelas 2, maka dapat memberikan pemahaman arti perkalian dengan menggunakan benda-benda konkrit seperti permen, kelereng, buku,penggaris, dll
Misal : Pemahaman 3 x 2, dapat dilakukan dengan memberikan soal cerita, seperti, Ibu mempunyai 3 bungkus kelereng yang tiap-tiap bungkus berisi 2 kelereng. Guru mengelompokkan 3 kelompok kelereng.
Menggambar 2 kelereng sebanyak 3 kelompok . Seperti berikut :
Guru bertanya pada siswa : Ada berapa kelompok kelereng pada gambar ?
Siswa menjawab : Ada tiga kelompok kelereng.
Guru menjelaskan :Bahwa 3 kumpulan yang berisi 2 kelereng sama dengan kumpulan yang terdiri dari 6 kelereng. Dengan menggambar dan menuliskan 3 x 2 = 6.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
Siswa menjawab : Ada tiga kelompok kelereng.
Guru menjelaskan :Bahwa 3 kumpulan yang berisi 2 kelereng sama dengan kumpulan yang terdiri dari 6 kelereng. Dengan menggambar dan menuliskan 3 x 2 = 6.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
Contoh : Pengenalan bangun-bangun ruang tidak dimulai dari definisi, tetapi dimulai dengan memperhatikan contoh-contoh dari bangun tersebut dan mengenal namanya. Menentukan sifat-sifat yang terdapat pada bangun ruang tersebut sehingga didapat pemahaman konsep bangun-bangun ruang itu.
4. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
Konsep-konsep matematika di SD tidak dapat diajarkan melalui definisi, tetapi melalui contoh-contoh yang relevan. Guru hendaknya dapat membantu pemahaman suatu konsep dengan pemberian contoh-contoh yang dapat diterima kebenarannya secara intuitif.
4. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Dalam belajar bermakna aturan aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
Konsep-konsep matematika di SD tidak dapat diajarkan melalui definisi, tetapi melalui contoh-contoh yang relevan. Guru hendaknya dapat membantu pemahaman suatu konsep dengan pemberian contoh-contoh yang dapat diterima kebenarannya secara intuitif.
Artinya siswa dapat menerima kebenaran itu dengan pemikiran yang sejalan dengan pengalaman yang sudah dimilikinya. Pembelajaran suatu konsep perlu memperhatikan proses terbentuknya konsep tersebut.
Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep konsep tersebut pada situasi baru. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa terhindar dari verbalisme.
Dalam pembelajaran bermakna siswa mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep konsep tersebut pada situasi baru. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa terhindar dari verbalisme.
Karena dalam setiap hal yang dilakukannya dalam kegiatan pembelajaran ia memahaminya mengapa dilakukan dan bagaimana melakukannya. Oleh karena itu akan tumbuh kesadaran tentang pentingnya belajar. Ia akan belajar dengan baik.
Contoh : Pembelajaran matematika yang bermakna
a. Untuk mendapatkan perolehan sifat komutatif perkalian
Misal : a × b = b × a
Maka dapat dilakukan dengan memberikan soal :
3 × 2 = 2 x 3 =
6 × 3 = 3 x 6 =
7 × 4 = 4 × 7 =
Selanjutnya guru dapat membimbing siswa sehingga dapat menyimpulkan a × b = b × a
b. Untuk mengajar konsep balok siswa diberi balok dan disuruh untuk menghitung banyak rusuk, titik sudut, bidang sisi balok sehingga siswa dapat menyimpulkan definisi balok.
Sumber: http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMATIKA/Kegiatan_Belajar_tiga.pdf
Contoh : Pembelajaran matematika yang bermakna
a. Untuk mendapatkan perolehan sifat komutatif perkalian
Misal : a × b = b × a
Maka dapat dilakukan dengan memberikan soal :
3 × 2 = 2 x 3 =
6 × 3 = 3 x 6 =
7 × 4 = 4 × 7 =
Selanjutnya guru dapat membimbing siswa sehingga dapat menyimpulkan a × b = b × a
b. Untuk mengajar konsep balok siswa diberi balok dan disuruh untuk menghitung banyak rusuk, titik sudut, bidang sisi balok sehingga siswa dapat menyimpulkan definisi balok.
Sumber: http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/MODEL_PEMBELAJARAN_MATEMATIKA/Kegiatan_Belajar_tiga.pdf
Posting Komentar untuk "Ciri-ciri Pembelajaran Matematika di SD"
Pembaca boleh bebas berkomentar selama isi komentar berhubungan dengan isi postingan, menggunakan kalimat yang santun dan berguna bagi pengembangan blog ini.