Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tentang Berfikir ilmiah

Tentang Berfikir ilmiah - Berfikir ilmiah merupakan gabungan cara berfikir deduktif dan induktif atau logika deduktif dan logika induktif. Logika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum-hukum dan pengujian-pengujian terhadap kebenaran berfikir dan membuktikannya dengan penalaran. Jadi logika adalah ilmu penalaran (reasoning) khususnya penalaran yang benar (Sutomo.2010:81). Metode penelitian sebagai suatu ilmu pengetahuan harus didukung logika yaitu ilmu untuk mencari kebenaran. Paradigma penelitian apapun dalam penelitian tidak dapat dilepaskan dengan ilmu logika. Para ilmuwan telah mengembangkan metode berfikir (logika) yang benar antara lain logika Aristoteles, logika deduktif dan logika induktif.

Logika Aristoteles disebut logika formal, atau logika tradisionil kateroristik. Model logika Arsitoteles adalah menyusun hubungan antar proposisi, hubungan antar konsep. Berfikir dengan logika formal Aristoteles artinya menguji kebenaran formal terhadap proposisi khusus (premis minor). Jika terjadi pertentangan antar proposisi (mayor daan minor) maka kebenaran proposisi khusus ditolak. Berfikir model logika Aristoteles beraarti berfikir silogistik. Metode Silogistik merupakan salah satu metode yang populer untuk menarik kesimpulan dalam penulisan skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah yang lain.

Logika deduktif menyusun bangunan pembuktian kebenaran bertolak dari proposisi kategorik model Aristoteles. Perbedaan mendasar, bila logika formal Aristoteles mendasarkaan diri pada kebenaran formal, logika deduktif pada kebenaran material. Dengan demikian logika deduktif akan menguji kebenaran material suatu kasusu berdasar suatu aksioma, teori, dalil, hukum, tesis atau proposisi universal yang disebut premis. Aksioma merupakan pernyataan kebenaran yang tidak memerlukan pembuktian, sesuatu kebenaran yang mendasarkan pada dirinya (self evident), suatu dalil yang tidak memerlukan pembuktian atas kebenarannya yang disimpulkan dari teori / dalil.

Menurut Kuntowibisono, dkk ( 1997:23) logika deduktif berasal dari filsafat Rasionalisme yang mengatakan bahwa semua ilmu pengetahuan bersumber pada akal. Akal memperoleh bahan lewat indera, kemudian diolah oleh akal sehingga menjadi pengetahuan. Dengan kata lain berfikir rasional menggunakan logika deduktif, dilakukan dengan logika deduktif, yakni kebenaran yang diperoleh melalui pernyataan umum menuju pernyataan khusus dengan menggunakan rasio atau penalaran. Penalaran ini adalah berfikir secara rasional yang akan menghasilkan kebenaran rasional. Cara ini kemudian disebut metode deduksi yaitu cara memperoleh ilmu pengetahuan dengan hal-hal yang bersifat umum untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus. Contoh berfikir deduktif: semua manusia akan mati (kebenaran umum), semua binatang akan mati (kebenaran umum), semua tumbuhan akan mati (kebenaran umum), manusia, binatang, tumbuhan adalah makluk hidup, jadi semua makluk hidup akan mati (kesimpulan).

Logika induktif kebalikan dari logika deduktif. Penarikan kesimpulan dimulai dari fakta khusus, kasus individuil menuju ke suatu kesimpulan yang bersifat umum. Dari keputusan spesifik menuju ke keputusan universal / umum. Fakta khusus tersebut diperoleh lewat observasi di lapangan, (misalnya) setiap orang yang tidak hati-hati dalam mengendarai kendaraan akan mengalami kecelakaan, setiap siswa yang malas belajar nilainya akan rendah, setiap orang yang kebanyakan kolesterol akan memiliki penyakit stroke, dsb. Fakta khusus ini disusun, diolah, dikaji untuk ditarik kesimpulan yang kebenarannya diakui umum. Penarikan kesimpulan secara umum ini tidak menggunakan logika atau rasio tetapi dengan menggeneralisasi fakta melalui statistika.

Contoh: kita akan mengetahui kesukaan makan siang mahasiswa PGSD waktu di kampus, apakah sate, soto, nasi rames, gado-gado atau masakan padang. Peneliti menyusun pertanyaan jenis makanan apa yang paling disukai mahasiswa PGSD waktu makan siang di kampus? Jawaban dari pertanyaan tersebut melahirkan hipotesis, misalnya (1) Mahasiswa PGSD lebih suka makan nasi rames daripada soto pada saat makan siang. (2) Mahasiswaa PGSD 50 % nya lebih menyukai makan di warung Padang dari pada di warung sate, dst. Untuk mengetahui jawaban yang paling tepat peneliti perlu kerja sama dengan warung soto, sate, nasi rames, gado-gado dan masakan padang. Kerjasama itu berbentuk permintaan agar jika ada mahasiswa makan siang perlu pencatatan (nama, mahasiswa mana, progdi apa). Setelah 3 bulan misalnya data itu diambil, diteliti, dibuat ranking, rangking tertinggi dijadikan kesimpulan sehingga misalnya mahasiswa PGSD lebih suka makan nasi rames dari pada sate, soto, gado-gado dan nasi padang. Kesimpulan ini semata didasarkan atas hasil pencacahan di lapangan tidak berdasar penalaran.

Berfikir ilmiah adalah menggabungkan berfikir deduktif dan induktif. Berfikir deduktif (rasional) melahirkan hipotesis, hipotesis diuji secara empirik. Pengujian tersebut dengan jalan mengumpulkan data, menganalisis, menyimpulkan (menerima atau menolak hipotesis). Hipotesis yang didukung data empirik dinyatakan diterima artinya dikukuhkan sebagai jawaban yang definitif. Cara befikir inilah yang disebut berfikir ilmiah. Singkatnya berfikir ilmiah memiliki kebenaran nalar (rasio) dan diterima di lapangan (empiri).

John Dewey dengan “reflective thingking” mengemukakan langkah kerja berfikir ilmiah sebagai berikut:
  1. Merasakan adanya masalah, merasa ada kesenjangan antara teori dan realita, merasa ada kesulitan menemukan ciri-ciri suatu pola dari objek, atau merasa ada kesulitan untuk menerangkan suatu peristiwa.
  2. Menegaskan masalah, (menegaskan objek, peristiwa), setelah merasakan adanya masalah perlu ditegaskan apa permasalahan yang sebenarnya.
  3. Menyusun hipotesis. Hipotesis adalah dugaan sementara, jawaban dari permasalahan sementara yang perlu dicari data pendukung secara empirik
  4.  Mengumpulkan data. Data adalah bahan informasi, keterangan sementara untuk bahan berfikir yang diperoleh dari lapangan. Ada data yang relevan dan ada data yang tidak relevan (tidak berkaitan dengan masalah), maka diperlukan verifiksi data, yakni memilih data yang sesuai dengan masalah dan membuang data yang tidak ada kaitannya dengan masalah.
  5. Menarik kesimpulan. Setelah data diverifikasi, dikelompok-kelompokkan kemudian diolah, dan disimpulkan untuk menerima atau menolak hipotesis.
  6.  Menentukan kegunaan dari kesimpulan, yakni mempertanyakan apa kegunaan kesimpulan ini di masa mendatang (baik secara teori maupun praktek).
Sumber: Drs. Rubino Rubiyanto, M.Pd. 2011.Penelitian Pendidikan. Solo: Qinant 

Posting Komentar untuk " Tentang Berfikir ilmiah "