Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar - Pelaksanaan pembelajaran matematika berkaitan erat dengan proses pengumpulan data yang berupa nilai-nilai siswa, baik itu dari aspek sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Dengan kata lain, untuk mengetahui hasil belajar yang berupa kemampuan-kemampuan siswa secara holistik perlu dilakukan proses penilaian. Proses penilaian pembelajaran matematika merujuk pada kurikulum 2013 adalah penilaian sebenarnya (authentic assessment) atau penilaian otentik. Penilaian otentik  dilakukan untuk  menilai tiga aspek aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Penilaian otentik atau authentic assessment merupakan penilaian yang bersifat langsung (direct assessment) dan ukuran langsung (Mueller, 2006:1). Penilaian otentik lebih sering dinyatakan sebagai penilaian berbasis kinerja (performance based assessment), penilaian alternative (alternative assessment) atau penilaian kinerja (performance assessment). Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai (Nurhadi, 2004: 172 dikutip Masrukhin  https://conf.unnes.ac.id/index.php/snep/II/paper/viewFile/250/144).

Asesmen autentik juga dikenal sebagai asesmen kinerja (performance assessment).  Asesmen kinerja
merupakan bentuk asesmen yang menekankan kinerja siswa yang berhubungan dengan situasi yang sebenarnya, dan dapat mengetahui sikap siswa yang diharapkan, serta memungkinkan untuk mengukur keterampilan siswa secara kompleks (Palm, 2008 sebagaimana dinyatakan oleh Arif Yunet Priyo Tatagno, Cholis Sa’dijah dan , Sa’dun Akbar,)

Berikut ini beberapa penilaian yang harus dilakukan sebagai bagian dari tuntutan penilaian dalam kurikulum 2013.

1. Tes Tulis

Tes tulis merupakan tes yang diberikan kepada pihak siswa dan jawaban dari tes tersebut dilakukan siswa secara tertulis. bentuknya sangat beragam seperti isian singkat,  uraian, benar salah, menjodohkan maupun pilihan ganda.

2. Tes Lisan

Tes lisan merupakan suatu bentuk tes formal yang dilaksanakan secara lisan atau tidak tertulis baik perintah maupun jawabannya dilaksanakan secara lisan. Ini bukan berarti pendidik tidak membuat perencanaan. Namun tester (pihak yang melakukan tes) harus tetap membuat persiapan terlebih dahulu, yaitu dengan menyiapkan sejumlah daftar pertanyaan beserta pedoman penilaiannya. Tes lisan dilaksanakan secara tatap muka langsung antara tester dengan seorang tester atau beberapa orang tester. 

Keunggulan tes lisan yaitu tester bisa mengetahui tingkat kognitif anak secara otentik. Tester bisa mengembangkan pertanyaan (probing question) sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak. Kelemahannya tes semacam ini bisa bias dan kurang objektif bila tidak direncanakan dengan baik.

3. Tes Kinerja (performance assessment)

Sama halnya dengan tes tulis, tes kinerja juga memiliki berbagai bentuk, seperti paper and pencil test, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes uji petik kerja. Dalam tes kinerja, peserta tes diminta untuk melaksanakan suatu aktivitas tertentu sesuai kompetensi yang diungkap untuk mendemonstrasikan performancenya. 

4. Paper and Pencil Test

Tes paper and pencil sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari tes kinerja.Oleh sebab itu, sebenarnya tes ini ingin mengetahui prosedur dari suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh peserta didik, namun tidak dipraktikkan. Sebagai gantinya testee harus menuliskan prosedur kegiatan tersebut. Dengan demikian tes jenis ini berusaha mengubah tuntutan perilaku anak dari psikomotorik ke aspek kognitif.

Walaupun kemampuan psikomotor dapat dilakukan dengan menggunakan tes tulis, namun akan lebih baik bila tetap diiringi dengan tes uji petik kerja. Kalau hanya mengandalkan pada tes tulis, maka tetap saja yang ditingkatkan adalah aspek kognitifnya saja, sementara aspek yang lebih utama yaitu psikomotor tidak mendapatkan tempat, atau terabaikan.

5. Observasi

Metode observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa baik selama di dalam maupun di luar kelas. Melalui observasi akan dapat diketahui tentang keadaan siswa apakah mereka telah menguasai suatu aspek atau kompetensi yang telah dipelajari selama proses pembelajaran atau belum. Misalnya selama proses diskusi apakah para siswa telah berpartisipasi penuh, berargumen secara rasional. 

Menanggapi dengan baik, dan mampu menyimpulkan tentang apa yang dipelajari.Dilihat dari sudut pelaksanaannya, kegiatan observasi bisa bersifat langsung (partiscipatif observation) maupun tidak langsung (non-participatifobservation). Dalam observasi tidak langsung, peneliti tidak terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran (tidak berinteraksi langsung dengan objek yang diteliti), namun hanya merekam segala aktivitas sesuai fokus atau indikator yang diinginkan. Artinya ke depan guru harus berfungsi sebagai peneliti di kelasnya sendiri (sebagai participant observer) sehingga hal ini dapat menunjang karir guru dimana salah satu caranya adalah dengan melakukan penelitian tindakan kelas.

Dilihat dari teknik pelaksanaannya, observasi dapat dibedakan menjadi observasi terbuka, terfokus, terstruktur, dan sistematis. Observasi terbuka biasa dikenal dengan kegiatan observasi yang dilakukan dengan membuat catatan bebas tentang segala aktivitas yang berkaitan langsung dengan objek yang diteliti. Misalnya peneliti ingin merekam segala aktivitas yang dianggap penting selama anak sedang melakukan kegiatan diskusi.

Observasi terfokus dilaksanakan dengan merekam segala sesuatu yang maksud dan tujuannya telah ditentukan atau direncanakan sebelumnya, termasuk alat bantu yang akan digunakan. Observasi ini digunakan untuk mengamati atau merekam baik aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Untuk menghindari subjektivitas observer, maka perlu dilengkapi dengan pedoman observasi yang begitu rinci, sehingga observer tinggal merekam sasaran dengan memberikan coding pada lembar pengamatan seseuai kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Observasi terstruktur dilaksanakan dengan dibuatnya suatu lembar atau pedoman observasi yang berisi indikator-indikator yang mungkin muncul. Dalam hal ini observer tinggal memberi tanda ceklist pada gejala yang muncul selama proses pengamatan. Observasi model ini untuk menghindarkan subjektivitas dari pengamat. Melalui pengamatan model ini akan teridentifikasi suatu pola atau kecenderungan interaktif baik antara siswa dengan siswa atau antara siswa dengan guru.Observasi sistematis berupa suatu pedoman yang bersifat standart atau baku, sehingga mampu mendapatkan data kuantitatif dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Namun kelemahan observasi seperti ini dianggap kurang informatif. Alat untuk memperoleh data-data seperti contoh di atas dapat direkam dengan menggunakan alat atau instrumen yang disebut lembar observasi. 

6. Penugasan (assignment)

Penugasan (assignment_ yang diharapkan dalam kurikulum berbasis kompetensi adalah yang bersifat divergent. Yaitu suatu tugas yang dapat dikerjakan dengan menggunakan berbagai alternatif jawaban, atau tidak hanya mengandalkan pada satu jawaban benar saja. Seperti kita ketahui bahwa permasalahan pembelajaran matematika yang menjadi sorotan saat ini adalah bahwa pembelajaran matematika telah menghasilkan siswa yang hanya dapat menyelesaikan masalah matematika dalam bentuk yang paling sederhana.

Langkah-langkah dalam menyusun penugasan yaitu:

1) mengidentifikasi pengetahuan & keterampilan yang harus dimiliki; 
2) merancang tugas-tugas untuk asesmen kinerja; dan 
3) menyusun kriteria keberhasilan (Setiyono, 2006). 

Tes penugasan ini dapat berbentuk tugas di kelas (lembar kerja), tugas proyek, tugas portfolio, tugas rumah dan lain-lain. Penugasan yang bersifat divergent ini akan mendorong peserta didik untuk berfikir kreatif. Hanya sayangnya penugasan seperti ini belum banyak dirancang oleh para guru. Sebagai akibatnya para lulusan kurang luwes dalam menyikapi berbagai persoalan, karena seolah-olah segala persoalan yang ada hanya bisa didekati dengan satu penyelesaian saja. 

7. Wawancara

Kegiatan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang persepsi, pandangan, wawasan, atau aspek kepribadian para peserta didik yang diberikan secara lisan dan spontan. Kegiatan wawancara agar lebih terarah, biasanya dilengkapi dengan pembuatan pedoman wawancara (wawancara bebas terpimpin). Namun demikian wawancara dapat dilakukan secara lebih mendalam atau dikenal dengan istilah deepth interview.

Sumber:

Masrukin (2014) PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN OTENTIK MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN.  https://conf.unnes.ac.id/index.php/snep/II/paper/viewFile/250/144
Buku Siswa Matematika Kelas IV, V dan VI SD/MI Kurikulum 2013 Revisi 2018/2019